Tradisi penguburan dan upacara adat kematian
pada suku bangsa Dayak diatur tegas dalam hukum adat. Sistem penguburan beragam
sejalan dengan sejarah panjang kedatangan manusia di Kalimantan. Dalam sejarahnya terdapat tiga budaya
penguburan di Kalimantan:
·
Penguburan tanpa
wadah dan tanpa bekal, dengan posisi kerangka dilipat.
·
Penguburan di
dalam peti batu (dolmen).
·
Penguburan dengan
wadah kayu, anyaman bambu, atau anyaman tikar. Ini merupakan sistem penguburan
yang terakhir berkembang.
Menurut tradisi Dayak Benuaq baik tempat maupun bentuk penguburan
dibedakan:
2. Wadah tulang-beluang : tempelaaq
(bertiang 2) dan kererekng (bertiang 1) serta guci.
1. Lubekng (tempat lungun)
2. Garai (tempat lungun, selokng)
3. Gur (lungun)
4. Tempelaaq dan Kererekng
Pada umumnya terdapat dua tahapan penguburan:
1. Penguburan Tahap
Pertama (Primer)
·
Parepm Api (Dayak Benuaq)
2. Penguburan Tahap
Kedua (Sekunder)
A.
Proses Penguburan Sekunder
Penguburan sekunder
tidak lagi dilakukan di gua. Di hulu Sungai Bahau dan cabang-cabangnya di
Kecamatan Pujungan, Malinau,
Kalimantan Timur, banyak dijumpai kuburan tempayan-dolmen yang merupakan
peninggalan megalitik. Perkembangan terakhir, penguburan dengan menggunakan
peti mati (lungun) yang ditempatkan di atas tiang atau dalam bangunan kecil
dengan posisi ke arah matahari terbit.
Masyarakat Dayak
Ngaju mengenal tiga cara penguburan, yakni:
·
Dikubur dalam
tanah
·
Diletakkan di
pohon besar
·
Dikremasi dalam
upacara tiwah
B.
Prosesi Penguburan Sekunder
·
Tiwah adalah
prosesi penguburan sekunder pada penganut Kaharingan, sebagai simbol pelepasan
arwah menuju lewu tatau (alam kelanggengan) yang dilaksanakan setahun atau
beberapa tahun setelah penguburan pertama di dalam tanah.
·
Ijambe adalah
prosesi penguburan sekunder pada Dayak Maanyan. Belulang dibakar menjadi abu
dan ditempatkan dalam satu wadah.
·
Marabia.
·
Mambatur (Dayak
Maanyan).
Referensi:
http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Dayak#Tradisi_Penguburan